Catatan Perjalanan ke "To Lang Po Hwang" atau dikenal "Lampung"


Oleh: Syarif Hidayatullah.Z

Rencana perjalanan ke lampung dimulai ketika mendapatkan tawaran dari Departemen Ta'lim PB PII untuk menjadi Koordinator Tim Leadership Intermediate Training PII tanggal 24-30 Juni 2019 di Kotabumi. Tidak ada alasan untuk menolak akhirnya saya mengiyakan dan mempersiapkan segala sesuatunya.

Perjalanan yang saya lakukan membutuhkan waktu yg lebih lama dikarenakan tidak serta merta menuju ke lampung. Pada hari selasa, tggl 18 Juni 2019, sekitar jm 4 subuh. Saya berangkat bersama keluarga menuju sukabumi, Jawa Barat untuk menghadiri pernikahan keluarga pada hari rabu 19 Juni 2019. Perjalanan dari Klaten menuju Sukabumi membutuhkan waktu sekitar 16 Jam perjalanan karena mampir terlebih dulu di Subang.

Setelah acara resepsi keluarga selesai, pada hari Kamis, 20 Juni 2019 saya berangkat menuju bogor menggunakan Sepur. Sesampainya di bogor saya berganti sepur yang mengarah ke Jakarta Kota, pada persinggahan di St. gondangdia saya mampir dan berjalan kaki menuju Sekretariat PB PII di Jl. Menteng Raya 58, disana tidak banyak pengurus yang tinggal karena masih musim lebaran Hari Raya Idul Fitri.

Sorenya saya berdiskusi dengan Asep dan bang Yazid tentang Strukturalisme yg menjangkiti suatu pengurus organisasi menjadi kronis dan menjadi isme secara tidak sadar. Malamnya dilanjutkan diskusi yg lebih intens bersama Yazid, Asep, Gunawan, Yusuf (Ketua PW PII Jakarta) dan kedatangan Eks PB PII bang Faris. Pembahasan diskusi semakin hangat ketika membahas tentang "keragu²an dalam berIslam", meski tidak mencapai konklusi mufakat tapi diskusi ttp berjalan dgn baik dan saling memahami. Pada akhirnya tersisa saya dan Yazid berdiskusi hingga jam 3 malam, intens membahas tentang posisi murid dengan guru. Yazid memahami kesetaraan tiada yg lebih tinggi dan tiada yg lebih rendah, sedang saya kekeh bahwa Guru itu memiliki posisi yg lebih tinggi dri seorang Murid. Pada akhirnya kami pun belum menemukan titik temu terkait hal tersebut.

Subuh nya saya bertemu dengan Walid (Kabid PPO PW PII Lampung) yg tiba di kantor PB PII. Selesai sholat kami mendiskusikan keberangkatan ke Lampung, pada saat itu kami memutuskan untuk segera berangkat. Maka pada pagi hari itu juga saya berangkat bersama Walid menuju Lampung. Kami tiba di Lampung Selatan, Kaliyanda pada hari Jum'at sekitar pukul 17:00.
Besoknya kami berangkat ke Bandar Lampung menggunakan motor perjalanan sekitar 1 jam 30 menit, qadarullah karena ban motor bocor jadi lebih lama nyampe Bandar Lampung.

Malamnya di Sekretariat PII Lampung saya bertemu Aya atau dikenal Hayatun Munaworah yaitu teman angkatan Advance Training PII tahun 2019 di Semarang. Meski dulu beda kelas, kami tetap saling mengenali satu sama lain. Namun, pertemuan kami pada malam itu sangat singkat karena ia dan tim nya harus mengadakan rapat hingga waktu Isya. Setelah isya Aya pun pergi ke tempat temanya.
Pada Hari Ahad siang saya, Ketum PW PII Lampung, Syifa dan Nabila pergi ke Kotabumi menggunakan Sepur.

Sesampainya di Kotabumi,
Tibalah kami di Kotabumi, merupakan diantara kota pernah tumbuh kembangnya "Perguruan Rakyat" sebagai kesadaran masyarakat Lampung untuk melawan kepenjajahan VOC. Meski berujung pada pembekuan pergerakan tersebut. Selanjutnya kami diantarkan ke lokasi Training yang berada di Sekolah Ibnu Rusyd, Lampung Selatan.
Sesampainya disana kami pun mengistirahatkan badan dari lelahnya perjalanan.
Besoknya dimulailah pembukaan LKP PII 2019 sekitar pukul jam 13:40 WIB.
Taken by: Aya
Pada saat Opening Ceremony, saya menyampaikan 2 pesan yaitu Urgensi Kompetisi dan Kolaborasi. Kompetisi menjadi penting untuk menaikkan level kemampuan seseorang dari suatu tingkat ke tingkat berikutnya sehingga berada di level tinggi itu merupakan pencapaian kerja keras dan persaingan sehat. Disamping itu, saya menyampaikan juga tentang pentingnya Kolaborasi bahwa pemerintah Indonesia mulai menumbuhkan percepatan Kolaboratif melalui pendorongan usaha menengah kebawah melalui pembangunan Start Up. Kolaborasi menjadi penting agar seseorang bisa meningkatkan kapasitas diri menjadi berkali lipat dengan "bertumbuh bersama".

Pembukaan Training dilakukan oleh Kanda Arifin selaku perwakilan dari KB PII Lampung.

Setelah proses tersebut selesai, saya diminta panitia untuk menyampaikan seminar tentang "Peran PII dalam menumbuhkan rasa sosial dan semangat berorganisasi". Saya menyampaikan materi menggunakan sudut pandang sejarah Lampung, bahwa dulu sekali sebelum ada sistem pekerja masyarakat lampung saling gotong royong memiliki rasa sosial yang tinggi. Ketika ada warga yang baru, masyarakat bergotong royong untuk membangun rumah untuk orang baru tersebut. Hal itu berjalan beberapa ratus kemudian hingga muncullah sistem kerajaan yang dipengaruhi oleh ajaran Hindu. Munculnya kerajaan itu merupakan suatu bentuk organisasi berupa organisasi kekuasaan. Masyarakat lampung sangat taat kepada kerajaan yang ada pada saat itu, seperti hubungan ketaatan hamba dengan penguasa. Hampir-hampir tidak ada konflik kekuasaan pada saat itu.

Disamping itu, saya mencoba membawa calon peserta LKP untuk merenungi beberapa hal terkait aspek sosial dan kekuatan organisatoris, meskipun pada akhirnya terlalu sulit untuk dipahami oleh para calon peserta.

Setelah penyampaian ada sesi pertanyaan, salah satu audiens bertanya tentang "bagaimana menangani orang introvert?". Saya jawab bahwa pertanyaan  tersebut sangat sulit karena kita harus menyadari akan ada nya hukum Klausa (sebab-akibat) sebagai konsekuensi terjadinya penutupan diri pada seseorang. Bisa saja disebabkan oleh lingkungan terdekatnya yaitu keluarga, maupun yang sering ditemui yaiti teman²nya di sekolah. Maka saya tambahkan cara untuk mendekati orang yang cenderung introvert yaitu dengan memulai pembicaraan, mengawalinya dengan pembicaraan ringan, lalu tersenyum padanya, serta mencari topik pembicaraan yang disukai orang tersebut sekaligus kita sukai. Maka sesi Opening Ceremony pun berakhir.
***
Seminggu kemudian, tepatnya tanggal 01 Juli 2019, saya menghadiri Closing Ceremony LKP Intermediate Training 2019. Pada saat itu saya sempat menyampaikan beberapa hal diantaranya terkait tahapan Kognisi. Saya sampaikan pada para peserta Intermediate Training bahwa perkembangan kognitif memiliki tahapan-tahapan, disetiap tahapan harus dimaksimalkam agar bisa maksimal ditahapan selanjutnya. Peserta Intermediate yang merupakan peserta didik berusia sekitar 15-20 tahun berada pada kognisi "Remembering/ mengingat dan Understanding/ memahami". Pada usia 20 tahun ke atas sudah masuk pada tahap yang lebih kompleks, berpikir rumit, abstraksi, konseptual, dan nalar. Maka saya tekankan pada para audiens untuk bisa menghafal sebanyak apapun hal-hal yang mereka butuhkan karen setelah mereka berusia 20 tahun ke atas mereka akan menalar apa yg telah dihafal maupun di pahami pada fase sebelumnya. Misal ketika di usia 15-20 tahun mereka menghafal A, B, C maka di usia 20 tahun ke atas mereka mampu menalar maupun menkontekstualisasikan A, B, C ke bentuk lainya. Tapi jika sedikit yang dihafal atau di pahami maka sedikit pula yg bisa di kontekstualisasikan. Bisa tapi di usia 20 tahun ke atas seseorang akan lebih payah dalam menghafal dan memahami.

Selain itu, saya juga berbagi tentang "Kesadaran". Saya sampaikan kepada para peserta untuk menumbuhkan "kesadaran" agar mampu memaknai berbagai hal dalam hidupnya. Caranya, pertama Kesadaran dimana seseorang berada. Kedua, kesadaran akan objek yang akan dimaknai. Melalui 2 tahapan itu seseorang akan menggunakan akal pikir untuk memproses sebuah objek menjadikanya bermakna dan bisa disebut sebagai ilmu pengetahuan.

Setelah itu saya pun secara resmi menutup LKP Intermediate Training 2019 dengan peserta berjumlah 8 orang terdiri dari 3 Pr dan 5 Lk.
***
Senin Malam, masih di hari penutupan Training Intermediate saya di ajak teman² PW PII Lampung pergi ke suatu tempat. Setelah sampai baru saya tau tempat itu bernama "Puncak Mas". Puncak mas merupakan salah satu destinasi wisata yang mengambil suatu puncak perbukitan. Tempat wisata dibuka pada tahun 2017 setelah itu dikembangkan hingga banyak pilihan spot foto, tempat diskusi hingga penginapan.

Ketika sampai di puncak mas, disana terlihat beberapa wahana bermain bagi anak-anak, dari plosotan, tangga melingkar dan sebagainya. Selain itu terdapat tempat duduk di tebing bukit yang menghadap ke perkotaan Bandar Lampung.

Sangat jelas terlihat pemandangan yang menakjubkan tiada lain terucap melainkan "Masyaallah". Hanya atas kehendak Allah saja itu bisa terjadi. Saya dan teman² yg lain sangat menikmati pemandangan tersebut disamping diselimuti angin yang cukup dingin, kami menyempatkan untuk berdiskusi terkait beberapa hal seperti Wamil perspektif Indonesia, Urgensi Wamil bagi Pelajar dan side effect Wamil jika diterapkan di Indonesia.

Setelah diskusi yang cukup panjang, saya diajak Aya untuk mengabadikan moment. Beberapa hasil jepretan Aya sebagai berikut.




Setelah beberapa kali jepretan, cekrek sana cekrek sini. Kami berdua sempat berdiskusi terkait beberapa hal.

Yaitu tentang kehidupan, bahwa kehidupan itu memiliki masanya masing-masing. Kita tidak bisa memaksakan pola kehidupan yang kita jalani kepada orang lain, begitupun sebaliknya.

Kami juga banyak bertukar ide, saling berbagi tentang pemaknaan kehidupan. Setelah itu kami pun mengakhiri perjalanan, meskipun Aya seringkali bingung ketika saya menjelaskan hal-hal filosofis.

***
Keesokan harinya, saya diajak teman² PW PII Lampung pergi ke Teropong Laut. Disana kami mendapati pemandangan yang tak kalah indah dengan Puncak Mas yaitu pemandangan Laut yang Masyaallah menakjubkan.
Saya merasa sangat senang bisa pergi bersama Aya dan teman² PW PII Lampung ke Wisata tersebut. Ada belahan alam yang indah yang patut kita syukuri, hal itu sangat berkaitan tentang kesadaran diri bahwa dunia ini hanya sementara bahwa Allah akan mencabut nyawa kita sewaktu-waktu.

Apa yang kita pandang merupakan realitas yang tidak terlepas dari makna kehidupan. Orang yg melakukan eksploitasi terhadap alam kecenderungan posisif dan memandang alam sebagai nilai untung bukan nilai berharga. Karenanya, didapati pada beberapa daerah eksplotias terhadap alam dilakukan tanpa menyembuhkan luka akibat eksploitasi, alam pun dirugikan.

Pada akhirnya perjalanan kami adalah perjalanan pemaknaan kehidupan. Alam tanpa polusi menandakan tiada penghianatan. Sekali manusia memantik pengkhianatan terhadap alam, alam pun berbalik murka bahkan terhadap orang yg tidak bersalah dan tidak tau menahu.
Selanjutnya kami berfoto bersama sebagai tanda berakhirnya perjalanan kami di Puncak Terupong Laut. Semoga pemandangan itu tidak berubah signifikan seperti halnya rasa kekeluargaan ini.
***
Keesokan harinya (Rabu, 03/07/19) saya pun bersiap² untuk balik ke Jakarta untuk menyiapkan acara bedah buku selaku Kepala Dept Ta'lim PB PII dengan judul buku "Negara Paripurna: Rasionalitas, Historitas dan Aktualitas Pancasila" karangan Yudi Latif, Ph. D bersama Fajar Iman Hasanie (PB PII).

Saya ucapkan terima kasih banyak kepada Walid yang menemani perjalanan saya dari Menteng hingga ke Bandar Lampung, juga kepada Wanda selaku Ketua Umum PW PII Lampung beserta jajaran yang memberikan jamuan yang luar biasa serta Aya yang setia menemani perjalanan kami dengan senyumnya meski dikejar-kejar deadline sekolah dan organisasi.

Jazakumullahu Khair atas kehangatan kekeluargaan yang saya rasakan dari teman² semua ketika di Lampung. Pesan saya kpd diri saya dan teman² semua, "Jangan biarkan pertahanan mu menurun, setan menyerang dari berbagai arah dan berbagai cara. Tidaklah disebut dosa kecil jika dilakukan terus menerus dan berulang kali". "Ukhuwah tetap harus dijaga tapi berhati² lah terhadap penyamaran setan yg senantiasa dengan mudahnya merusak hubungan mu kpd Allah".

Wabil khusus, saya ucapkan jazakumullahu Khair kepada tim Intermediate training yg telah berusaha dan berjuang keras mensukseskam kegiatan LIT dari awal hingga akhir. Semoga Allah memberkahi kalian dan senantiasa diberikan petunjuk oleh Allah. Aamiin

Bandar Lampung. Rabu, 03 Juli 2019.









Komentar